JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) tidak memasukkan perhitungan pajak sewa pesawat sebesar 20
persen ke dalam revisi tarif batas atas yang baru. Pasalnya, hingga kini
Kemenhub belum mendapatkan permintaan dari pengusaha maskapai
penerbangan tentang beban pajak tersebut masuk dalam biaya operasional.
Meski
begitu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay
memastikan, Peraturan Dirjen Pajak Nomor 61 dan 62/2009 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tetap
diberlakukan. “Selama ini maskapai masih bermain di bawah tarif batas
atas. Sehingga kami yakin tidak ada gejolak di tarif,” kata Herry.
Namun,
Herry bilang, Ditjen Perhubungan Udara tidak menutup diri jika ada
maskapai yang mengusulkan supaya pajak tersebut dimasukkan dalam
perhitungan tarif batas atas. "Seluruh maskapai sebaiknya meninjau
kembali kontrak sewa pesawatnya. Sehingga pajak sewa bisa ditanggung
pihak lessor-nya atau minimal ditanggung bersama. Atau beralih
ke lessor dari negara-negara yang punya tax treaty dengan
Indonesia, seperti Perancis," katanya.
Elisa
Lumbantoruan,Direktur Strategi dan Teknologi Informasi Garuda bilang
saat ini maskapainya tengah memvalidasi negara asal lessor-nya.
"Jadi kalau ada negara asal lessor yang punya tax treaty dengan
Indonesia, Garuda tidak kena pajak. Tapi kalau ada lessor dari
negara yang tidak punya perjanjian tax treaty, kita akan
melakukan perhitungan ulang," kata Elisa.
Perhitungan ulang yang
dimaksud, adalah apakah dengan pengenaan pajak 20 persen itu Garuda
masih bisa mendapatkan untung atau rugi. Elisa mencontohkan, misalnya
dulu Garuda meneken kontrak sewa pesawat Rp 50 per bulan. Sementara di
pasar saat ini tarif sewa sudah Rp 100 per bulan. Sehingga dengan adanya
pajak 20 persen, biaya yang Garuda keluarkan jadi Rp 60 per bulan.
"Itu
masih bisa dipertimbangkan, karena harga sewa pesawat kami masih berada
di bawah tarif sewa pasar. Tetapi kalau ternyata melebihi harga sewa
pasar, akan kami evaluasi. Apakah perlu di terminasi atau tidak, nah
kalau diterminasi pasti kena penalti. Kita lihat lagi besarnya berapa
sebelum memutuskan," jelasnya panjang lebar.
Menurut Elisa dengan
adanya pengenaan pajak ini, maskapai nasional akan lebih selektif dalam
memilih negara asal lessor. Tentunya negara yang memiliki tax
treaty dengan Indonesia menjadi pilihan sehingga terhindar dari
pengenaan pajak sewa pesawat itu.
Indonesia National Air Carriers
Association (INACA) memperkirakan kewajiban membayar pajak sewa pesawat
sebesar 20 persen membuat sedikitnya 96 juta dollar AS harus
dikeluarkan oleh seluruh maskapai penerbangan di Indonesia setiap tahun.
Karena dari 500-an pesawat yang beroperasi saat ini sekitar 400
diantaranya berstatus sewa dengan tarif sewa termurah 100.000 dollar AS
per bulan. (Gentur Putro Jati/Kontan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar