Kamis, 03 Mei 2012

Pajak Sewa Pesawat Tidak Termasuk Tarif Batas Atas Baru

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak memasukkan perhitungan pajak sewa pesawat sebesar 20 persen ke dalam revisi tarif batas atas yang baru. Pasalnya, hingga kini Kemenhub belum mendapatkan permintaan dari pengusaha maskapai penerbangan tentang beban pajak tersebut masuk dalam biaya operasional.

Meski begitu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay memastikan, Peraturan Dirjen Pajak Nomor 61 dan 62/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tetap diberlakukan. “Selama ini maskapai masih bermain di bawah tarif batas atas. Sehingga kami yakin tidak ada gejolak di tarif,” kata Herry.

Namun, Herry bilang, Ditjen Perhubungan Udara tidak menutup diri jika ada maskapai yang mengusulkan supaya pajak tersebut dimasukkan dalam perhitungan tarif batas atas. "Seluruh maskapai sebaiknya meninjau kembali kontrak sewa pesawatnya. Sehingga pajak sewa bisa ditanggung pihak lessor-nya atau minimal ditanggung bersama. Atau beralih ke lessor dari negara-negara yang punya tax treaty dengan Indonesia, seperti Perancis," katanya.

Elisa Lumbantoruan,Direktur Strategi dan Teknologi Informasi Garuda bilang saat ini maskapainya tengah memvalidasi negara asal lessor-nya. "Jadi kalau ada negara asal lessor yang punya tax treaty dengan Indonesia, Garuda tidak kena pajak. Tapi kalau ada lessor dari negara yang tidak punya perjanjian tax treaty, kita akan melakukan perhitungan ulang," kata Elisa.

Perhitungan ulang yang dimaksud, adalah apakah dengan pengenaan pajak 20 persen itu Garuda masih bisa mendapatkan untung atau rugi. Elisa mencontohkan, misalnya dulu Garuda meneken kontrak sewa pesawat Rp 50 per bulan. Sementara di pasar saat ini tarif sewa sudah Rp 100 per bulan. Sehingga dengan adanya pajak 20 persen, biaya yang Garuda keluarkan jadi Rp 60 per bulan.

"Itu masih bisa dipertimbangkan, karena harga sewa pesawat kami masih berada di bawah tarif sewa pasar. Tetapi kalau ternyata melebihi harga sewa pasar, akan kami evaluasi. Apakah perlu di terminasi atau tidak, nah kalau diterminasi pasti kena penalti. Kita lihat lagi besarnya berapa sebelum memutuskan," jelasnya panjang lebar.

Menurut Elisa dengan adanya pengenaan pajak ini, maskapai nasional akan lebih selektif dalam memilih negara asal lessor. Tentunya negara yang memiliki tax treaty dengan Indonesia menjadi pilihan sehingga terhindar dari pengenaan pajak sewa pesawat itu.

Indonesia National Air Carriers Association (INACA) memperkirakan kewajiban membayar pajak sewa pesawat sebesar 20 persen membuat sedikitnya 96 juta dollar AS harus dikeluarkan oleh seluruh maskapai penerbangan di Indonesia setiap tahun. Karena dari 500-an pesawat yang beroperasi saat ini sekitar 400 diantaranya berstatus sewa dengan tarif sewa termurah 100.000 dollar AS per bulan. (Gentur Putro Jati/Kontan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar